widget

18 Nov 2013

“Membisunya Pemerintahan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma”




Terbentuknya pemerintahan mahasiswa dalam bentuk BEM/DPM pada saat ini membuka ruang politis yang begitu besar bagi mahasiswa untuk menentukan arah sikap politis terhadap kebijakan kampus maupun nasional. Namun apa jadinya ketika kita melihat pemerintahan mahasiswa (Student Government) yang saat ini selalu dieluk- elukan sebagai organisasi politis kampus justru hanya menjadi organisasi yang berjalan tunduk serta mengekor pada petuah kampus. Realita ini yang kemudian harus bersama- sama kita sadari bahwa lembaga sekelas BEM/DPM ataupun Senat pada saat ini hanya menjadi boneka dari pihak kampus/rektorat untuk menjalankan berbagai kepentingan- kepentingan yang tidak seluruhnya berpihak kepada mahasiswa. Apakah kemudian mahasiswa harus diam? Atau seolah- olah menjadi opportunis untuk mengambil kesempatan demi kepentingan pribadi mereka masing- masing. Entahlah namun kini peranan politis dari pemerintahan mahasiswa hanya sebatas pada perannya sebagai EO (Pembuat Acara) dibandingkan harus berjalan pada relnya sebagai alat advokasi politis bagi teman- teman mahasiswa di lingkungan kampus dan mengkritisi permasalahan- permasalahan nasional.

Kemandekan Intelektual Oleh Sistem Kampus
            Mahasiswa sebagai pemikir, atau mahasiswa sebagai penggerak seharusnya dapat menjadi tonggak perjuangan bagi masyarakat Indonesia. Namun hal ini kemudian akan menjadi hambar melihat sikap- sikap mahasiswa pada masa kini yang melupakan idealisme perjuangan dari para- para pendahulunya. Kita kemudian dapat melihat sebuah realita yang terjadi di lingkungan kampus Universitas Sanata Dharma. Bentuk perjuangan pemerintahan mahasiswa di kampus ini sudah mengalami kemandulan intelektual. Dimana semua akses yang harusnya dapat di mobilisasi oleh pemerintahan mahasiswa seperti BEM/DPM kini sudah mulai tertutup oleh sistem kampus. Proses demokratisasi kampus tidak di jalankan dan kemudian mahasiswa menjadi apatis bahkan oppurtunis. Jarang sekali terjadi dialog antar mahasiswa yang aktif di dalam organisasi kemahasiswaan dengan lembaga, apalagi mahasiswa awam. Pada akhirnya kampus ini sangat tenang dan jarang sekali terjadi kritik yang kemudian dilontarkan kepada pihak Universitas Sanata Dharma.
            Mungkin sekali lagi mahasiswa sudah jenuh dengan keadaan ini, pihak kampus salah satunya Wakil Rektor 3 saja sudah tidak bisa menerima masukan ataupun kritikan yang dilontarkan mahasiswa melalui media Persma apalagi mau menampung aspirasi mahasiswa. Kini seolah- olah kebijakan di kampus Universitas Sanata Dharma hanya bersifat satu arah. Tidak ada nilai tawar dari pemerintahan mahasiswa dan mereka hanya diam, semakin membisu dan tetap membisu.
            Coba saja kita kritisi permasalahan- permasalahan yang terjadi di dalam kampus Sanata Dharma, seperti permasalahan pemilihan rektor yang baru, masalah kinerja dosen ketika mengajar ataupun absensi kehadirannya, Konstitusi Organisasi Kemahasiswaan (KOK) dan permasalahan pemberian fasilitas yang kadang tidak sesuai dengan yang dibayarkan mahasiswa kepada pihak kampus. Apa masih ada satu pun mahasiswa yang mengatasnamakan dari pemerintahan mahasiswa di Universitas Sanata Dharma yang berani mengangkat permasalahan ini? Saya yakin tidak ada yang berani, mereka lebih nyaman dengan pekerjaannya di lingkungan kampus, dengan kegiatan minat bakat yang tidak bermutu dan seolah- olah mereka menjadi kelompok- kelompok yang kurang peka terhadap permasalahan sosialnya. Memang kita tidak akan bisa mempermasalahkan perkembangan masa yang begitu cepat sehingga menyebabkan degradasi sosial di dalam diri mahasiswa Sanata Dharma. Pada saat ini pun sangat mustahil bisa mengkordinir dan menggerakan mahasiswa Sanata Dharma untuk bisa turun ke jalan melakukan demonstrasi mengkritik pemerintahan Indonesia atau minimal kebijakan kampus. Tapi yang diharapkan mahasiswa tetap mengerti arah perjuangannya sebagai penggerak dan batu tapal pergerakan masyarakat. Di dalam buku yang ditulis Edy Budiyarso tentang Aksi Mahasiswa ‘77/78 menceritakan tentang peranan DM (Dewan Mahasiswa) sebagai lembaga pemerintahan mahasiswa yang mengkritik pemerintahan di masa Soeharto. Walaupun lebih banyak dikhususkan di dalam lingkungan kampus ITB, namun hal ini sudah mewakilkan gambaran pergerakan pemerintahan mahasiswa saat itu. Dimana akibat dari pergerakan tersebut kampus ITB di jaga oleh tentara dan beberapa pemimpin pemerintahan mahasiswa di tangkap.
            Sanata Dharma pun memiliki roh yang sama di era tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi di Indonesia, Sanata Dharma yang menjadi salah satu Universitas Swasta di Yogyakarta yang menghimpun aksi mahasiswa di sekitaran Jalan Gejayan, yang kemudian memuncak pada Peristiwa Gejayan 1998. Pada saat ini mahasiswa sudah lebih nyaman dengan keadaannya, semuanya berkat para pendahulunya yang aktif dalam gerakan mahasiswa. Namun yang di minta pada mahasiswa saat ini bukan harus turun ke jalan, berdemonstrasi dan berpanas-panasan. Sekarang sudah berbeda masanya, segala bentuk perjuangan memang harus menyesuaikan dengan waktu dan zaman. Pada saat ini yang terpenting bagaimana mahasiswa Sanata Dharma mampu mengkritisi kebijakan kampus tanpa harus berdemonstrasi,  melalui cara- cara yang disenangi oleh mahasiswa pada saat ini. Hal tersebut  berlahan akan mengembalikan roh pergerakan mahasiswa serta dapat mengkritisi pemerintah Indonesia jika lapisan bawah mahasiswa sudah mampu mengkritisi permasalahan kebijakan kampus.
            Kemudian bagaimana merangkaikan media dialogal, diskusi dan konsolidasi antar pemerintahan mahasiswa di lingkungan kampus Sanata Dharma dengan baik dan tidak membosankan mahasiswa saat ini. Baik dengan media film, pembacaan analisis sosial, maupun musik menjadi jalan yang sangat untuk mengkritisi kebijakan kampus Universitas Sanata Dharma saat ini. Menjadi solusi yang kemudian dapat dibiasakan pada pemerintahan mahasiswa di Sanata Dharma. Menjadi sebuah alasan yang tepat bagi pemerintahan mahasiswa karena suara- suara mahasiswa tidak di dengar, dan demokratisasi kampus tidak berjalan. Dengan mengadakan kegiatan yang sifatnya santai di dalamnya ada sebuah kritikan yang kemudian disampaikan kepada pihak kampus yang semena- mena.

Peranan Pemerintahan Mahasiswa di Lingkungan Kampus
            Pembahasan ini saya angkat berdasarkan pertemuan saya dengan beberapa mahasiswa Sanata Dharma baik yang terlibat aktif dalam pemerintahan mahasiswa yang kemudian memberikan pandangannya tentang kegiatan- kegiatan BEM/DPM. Salah satu mahasiswa Pendidikan Sejarah ada yang berkomentar terkait keberadaan BEM/DPM di lingkungan kampus, baginya adanya BEM atau DPM dilingkungan kampus tidak berpengaruh bagi mahasiswa, bahkan tidak memberikan efek kinerja apa pun bagi mahasiswa.
            Kemudian saya juga bertemu dengan salah satu mahasiswa Akutansi yang masuk di dalam kepengurusan DPM USD yang mengatakan bahwa antara DPM U sebagai lembaga legislatif dan BEM USD sebagai lembaga eksekutif di dalam pemerintahan satu sama lain tidak bisa bekerjasama atau bahkan saling menjatuhkan demi eksistensi masing- masing, apalagi dengan melihat pengurus- pengurus BEM USD yang ada saat ini tidak memiliki mental sama sekali untuk siap bekerja di dalam kepengurusan BEM USD. Kemudian lebih mempertegas lagi kelambanan pemerintahan mahasiswa di dalam kegiatan berpolitik ketika salah satu pengurus HMPS Pendidikan Sejarah berpendapat bahwa BEM USD sama sekali tidak memberikan tanggapan ketika dari KPU Pusat memberikan wewenang bagi BEM USD untuk mendata para mahasiswa untuk kepentingan Pemilu 2014 mendatang. Hal ini kemudian memunculkan pragmatisme dan pesimisme terhadap organisasi kemahasiswaan sekaliber BEM USD yang kurang yakin membawa perubahan bagi mahasiswa USD.
Kemudian pada akhirnya antara lembaga pemerintahan mahasiswa di Sanata Dharma terpecah dan mereka berjalan pada lingkarannya masing- masing. Dalam segi kegiatan pun peranan antara BEM USD dan DPM U juga mulai keluar dari jalur relnya sebagai lembaga eksekutif dan legislatif. Lihat saja dengan agenda kegiatan DPM U yang mengadakan DPM U Cup untuk mahasiswa, atau BEM U yang mengadakan kegiatan Dies Natalis Universitas dengan rangkaian gelar budaya. Semua kegiatannya berbau EO dan bahkan mengikuti agenda Universitas, apa bedanya mereka- mereka ini dengan bawahan dari rektorat. Karena mungkin statusnya masih mahasiswa seolah- olah mereka hanya perpanjangan tangan dari kekuasaan rektorat kepada mahasiswa bukan wakil mahasiswa yang menyuarakan aspirasi dan advokasi kepada rektorat Universitas Sanata Dharma.
            Kemudian ada satu hal yang menarik yang saya dapatkan dari pemerintahan BEM USD kali ini, di kala saya hanya melihat sederetan ruang UKM, BEM U dan DPM U di Student Center yang ruangannya saling berdekatan satu sama lain namun sangat eksklusif tanpa ada sosialisasi satu sama lain, yaitu dari BEM U/DPM U kepada UKM, bahkan sampai ada disaat Ketua UKM Mapasadha yang ingin menanyakan tentang RKA kepada BEM U Presiden BEM U yaitu Carol tidak mengenal orang yang bertanya tentang RKA tersebut, yang sebenarnya adalah ketua dari UKM Mapasadha. Sungguh miris ya, Presiden ndak kenal sama rakyatnya, bahkan bukan rakyat ini semacam anggota DPRnya di dalam pemerintahan. Lalu apa kerjanya Presiden BEM U/DPM U ketika berada di ruangan bersama anggota- anggota? Hanya ndekem di ruangan, rapat, pulang. Padahal ruangan yang mereka pakai tersebut dari uang para mahasiswa Sanata Dharma yang kemudian di investasikan untuk pemerintahan mahasiswa. Kalau memang tidak ada manfaatnya buat keberadaan pemerintahan mahasiswa kenapa tidak ditiadakan saja, karena hanya menghabis- habiskan uang tanpa mahasiswa tanpa ada progres yang dikerjakan. Bahkan untuk blusukan kepada UKM saja tidak pernah, bagaimana mau mengenal mahasiswa yang ada ditingkatan Prodi, Jurusan maupun Fakultas. Dari permasalahan terkecil ini mengenai kultur saja Presiden BEM/DPM USD saja sudah merasa eksklusif dan mengandalkan eksistensi ketika memerintah, lalu bagaimana mahasiswa dapat merasakan peranan dari pemerintahan mahasiswa? Sekali lagi pemerintahan mahasiswa bukan ajang eksistensi untuk mencari muka bagi para mahasiswa di mata kampus melainkan sebuah batu tapal pergerakan politis mahasiswa di lingkungan kampus, seharusnya mereka berbicara. Tidak membisu apalagi harus menjadi golongan- golongan yang apatis dan oppurtunis terhadap kebijakan.  

Sumber:
Budiyarso, Edy.2000.Menentang Tirani “Aksi Mahasiswa ‘77/78”.Jakarta: PT. Grasindo


Penulis : Angga Riyon Nugroho (Pendidikan Sejarah 2009)

1 comment:

  1. Ini adalah tulisan yang baik dan sangat bagus untuk diwacanakan di mahasiswa. Jelas, Saya mewakili teman-teman DPM merasa bersyukur ketika kritikan ini ada. Mengapa bersyukur? Karena dalam kritikan ini, yang diberikan bukan hanya kritik kosong yang tidak bergerak sesuai fakta. Ini adalah salah satu fakta yang dilihat mahasiswa. Proses ini akan lebih lanjut mengungkit permasalahan kaderisasi yang kurang baik dari setiap organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus USD. Proses kaderisasi yang kurang baik setiap tahunnya, membuat semakin membisunya pemerintahan di USD. Wacana keluarnya jalur kerja dan pemerintahan yang tidak dirasakan mahasiswa ini adalah akibat kaderisasi yang tidak baik akhirnya muncul pada kritikan-kritikan mahasiswa terhadap pemerintahan kampus. Kader yang tidak memiliki kaasitas jelas akan menjadi penghambat bagi perkembangan pemerintahan kampus. Saya setuju dengan Bung Angga yang mengkritisi ini dan memberikan solusi kepada organisasi sekelas BEM dan DPM yang seharusnya bisa menjadi wadah bagi mahasiswa. Salut dengan tulisan ini. Semoga semakin banyak mahasiswa yang semakin terbangun kekritisannya. Kritik dan solusi ini saya terima sebagai evaluasi yang membangun. Sekali lagi terimakasih Bung. Forum diskusi mungkin adalah sarana yang baik untuk permasalahan ini. Selain itu juga, kesadaran bahwa setiap UKM dan organisasi kemahasiswaan lain seperti DPMF, BMF. HMPS, dan HMJ juga harus sadar akan kritikan ini. Kader yang dikirimkan untuk membawa suara mahasiswa mohon juga dipersiapkan dengan baik sehingga, kapasitas sebagai seorang perwakilan suara mahasiswa benar-benar terpenuhi. Keterbukaan dan evaluasi serta refleksi akan membantu agar organisasi kemahasiswaan semakan bersatu. Butuh kerjasama yang lebih konkret untuk pelaksanaan hal ini. Persiapan kaderisasi ini juga tidak bisa hanya mengandalkan ketika mahasiswa tersebut ada dalam tahap atas, namun juga perlu didorong dengan kader-kader berkualitas yang sudah dipersiapkan dari tahap bawah, sehingga dengan kerjasama seperti ini akan membangun pemerintahan mahasiswa yang semakin berkulitas. Proses pendampingan yang berkualitas jelas penting dimilki setiap pengurus yang ada di tingkat Fakultas, jurusan maupun prodi. Dengan pendampingan yang berkualitas, calon kandidat yang diharapkan bisa membawa suara mahasiswa akan mampu memberikan diri secaa profesional dan berkomitmen. Pollitik kampus yang hidup seperti ini akan semakin membantu setiap mahasiswa dalam perkembangan diri secara softskill. Sehingga akan melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang lebih berkualitas untuk bangsa dan negra. Sekali lagi terimakasih bung

    ReplyDelete