widget

29 Oct 2013

“Gunakan Momentum Sumpah Pemuda, Buruh Mogok Bersama”


Esok hari tanggal 28 Oktober 2013, sebuah tanggal yang bersejarah bagi perjuangan pemuda Indonesia, dimana pada tanggal ini 85 tahun yang lalu pemuda- pemudi Indonesia yang tergabung dalam  Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Minahasa Bond, Madura Bond, Sumatranen Bond mengkumandangkan Sumpah Pemuda. Sebuah sumpah suci atas rasa nasionalisme para pemuda untuk memerdekakan bangsanya dari penjajahan. Melalui kongres Sumpah Pemuda yang diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, pemuda- pemudi Indonesia mencoba menyatukan arah perjuangan, melepaskan kepentingan golongan dan kedaerahannya masing- masing hanya untuk merdeka dari penjajahan.
Tidak jauh berbeda dari pengalaman yang dilakukan oleh para pemuda- pemudi bangsa Indonesia di dalam sejarah Sumpah Pemuda, demikian halnya yang dialami oleh kaum buruh di Indonesia. Perjuangannya tidak akan pernah berhenti hingga kesejahteraan serta kelayakan hidup didapatkan oleh kaum buruh. Perkembangan kaum buruh di dalam sejarah justru sudah ada sebelum Sumpah Pemuda di kumandangkan di tahun 1928. Justru pergerakan kaum buruh di masa- masa tersebut sudah mendekati titik massif dalam perlawanannya terhadap pemerintah kolonial Belanda. Di tahun 1917 Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaoen melakukan beberapa aksi mogok bersama kaum buruh yang berujung pada aksi- aksi propaganda menuntut keadilan serta kemanusiaan bagi para buruh yang diperlakukan sewenang- wenang oleh majikannya.
Bukti dari kesewenang- wenangan para majikan maupun para mandor kepada para buruh dituliskan dalam buku Di Bawah Lentera Merah, karya Soe Hok Gie, yang di dalamnya dikutip demikian: “Kesadaran betapa ampuhnya senjata mogok yang diorganisasikan dan dibantu Sarekat Islam, sebulan kemudian dipakai kembali. Permasalahannya ialah seorang mandor galak disebuah bengkel mobil yang memukul kulinya. Sarekat Islam Semarang menyatakan mogok dan akan terus mogok apabila tidak diambil tindakan. .......beberapa hari kemudian tuntutan SI diterima oleh majikan bengkel mobil”.  Kutipan ini menunjukan fungsi advokasi dari Sarekat Islam Semarang kepada kaum buruh yang mengalami kekerasan dari para mandor atau majikannya sehingga aksi mogok bersama menjadi isu yang selalu diangkat oleh Sarekat Islam yang pada saat itu juga didorong oleh ISDV untuk melakukan propaganda untuk melawan penindasan pemerintah kolonial terhadap kaum buruh melalui mogok massa.

Mogok Nasional, Jalan Keluar
            Melihat betapa militannya perjuangan kaum buruh di dalam sejarah, membuktikan bahwa buruh bukanlah merupakan kaum yang lemah, terdiskriminasi maupun terpinggirkan oleh para kaum penguasa. Mereka berani melakukan perlawanan dari masa ke masa. Tahun 1917 menjadi perlawanan pertama bagi kaum buruh di wilayah Hindia- Belanda (Indonesia), namun di tahun 2013 ini perlawanan buruh semakin mengalami perkembangan bahkan hingga ketingkatan nasional buruh- buruh bersatu melakukan mogok massal. Aksi mogok nasional buruh akan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober sampai tanggal 31 Oktober 2013, hal ini berkaitan dengan reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang akan mengumumkan penetapan upah minimum buruh pada tanggal 1 November 2013. Perihal aksi pemogokan nasional buruh ini diungkapkan oleh said Iqbal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang akan melibatkan seluruh elemen buruh untuk melakukan aksi turun ke jalan dan mogok kerja selama akhir Oktober hingga awal November sebelum pemerintah menetapkan kebijakan terkait upah minimum bagi kaum buruh. Mogok nasional ini pasti dilaksanakan, jumlah massa yang akan diajak untuk mogok bersama mencapai 3 juta orang di 200 kabupaten- kota, dan akan mengkonsolidasikan seluruh para buruh di bandara, pelabuhan, kantor- kantor dan pabrik- pabrik yang ada di hampir 20 provinsi di Indonesia.
            Momentum sumpah pemuda menjadi awal yang baik dalam pergerakan kaum buruh untuk melakukan mogok massal. Tentunya bukan saja pemerintah dan pengusaha yang diingatkan disini terhadap nasib kaum buruh serta kebijakan inpres terhadap kaum buruh, melainkan membukakan mata masyarakat bahwa buruh bukanlah kaum lemah, tertindas dan terjajah, melainkan sebaliknya mogok kerja merupakan senjata ampuh bagi buruh melawan kaum- kaum modal dan feodal di Indonesia. Namun setajam- tajamnya aksi mogok sebagai media perlawanan bagi kaum buruh dan cara mereka menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, kaum buruh juga harus berhati- hati dalam melancarkan serangan aksi mogok, agar tidak menjadi boomerang yang kemudian menjadi petaka bagi kaum buruh. Hal yang demikian diungkapkan oleh Soewarsono di dalam bukunya “Bergerak Berbareng” yang mencoba mengambil sisi lain dari aksi mogok yang dilaksanakan kaum buruh di era Sarekat Islam Semarang, dimana dikutip demikian:
“Soeatoe Pemogokan jalah sendjatanja kaoem boeroeh jang tadjem sendiri, tetapi kaloe kaoem boeroeh koerang pinter memakeinja, maka sendjata itoe bisa memboenoeh si kaoem boeroeh sendiri djoega (gaman makan toean)”
Jadi setajam-tajamnya aksi mogok nasional jika kaum buruh sendiri kurang cerdas dan pintar dalam memanfaatkan aksi mogok nasional ini, aksi mogok tersebut akan membunuh kaum buruh sendiri. Memang dapat dikatakan di masa kini aksi- aksi pemogokan buruh kian massif dan menjadi sebuah jalan keluar dalam memperbaiki nasib buruh kedepannya, namun ada baiknya jika memang kepentingan kaum buruh ini tidak dijadikan untuk kepentingan politik kekuasaan bagi golongan tertentu, sehingga murni gerakan ini lahir untuk memperjuangkan nasib kaum buruh.

Sumpah Pemuda Dalam Kerangka Gerakan Buruh
            Makna Sumpah Pemuda oleh sebagian orang selalu dimaknai dengan awal perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Diawali dengan isi dari Sumpah Pemuda, “Bertanah Air Satu, Berbangsa Satu, dan Berbahasa Satu”, ketiganya memiliki makna persatuan yang sangat dalam bagi perjuangan pemuda Indonesia. Namun sejak diproklamasikan kemerdekaan di tahun 1945, makna kemerdekaan dan persatuan di dalam isi Sumpah Pemuda kini seolah- olah lenyap. Banyak pemuda- pemudi yang kini justru mensalahaertikan makna kemerdekaan itu sendiri, mereka menganggap Indonesia kini sudah merdeka 100 % tapi sebenarnya bentuk penjajahan yang dialami oleh Indonesia kini berupa penjajahan pola pikir karena perkembangan teknologi dan arus globalisasi.
            Pemuda- pemudi Indonesia kini masuk ke dalam lingkaran arus globalisasi dengan pengaruh- pengaruh budaya barat, dan semakin mempermudah untuk mengakses serta menggunakan teknologi. Nasionalisme kini pun dipertaruhkan demi sebuah pemahaman globalisasi yang berakar dari kapitalisme global. Ini menjadi sebuah tantangan berat bagi para pemuda- pemudi dimana jiwa serta roh Sumpah Pemuda mampu mengeliminasi perbedaan untuk mencapai kemakmuran bangsa.
            Berbicara masalah kemakmuran bangsa sebagai tujuan dari Sumpah Pemuda bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dicapai, dimana di dalam kacamata buruh di Indonesia belum satupun buruh di Indonesia yang dapat mencapai kesejahteraan serta kemakmuran bahkan dikatakan untuk hidup layak, selayaknya sebagai seorang pekerja. Ini menjadi persoalan penting di dalam gerakan buruh yang selalu dianggap memiliki kekuataan layaknya seorang pemuda- pemudi Indonesia untuk memperjuangkan tuntutan buruh kepada pemerintah, seperti isu- isu Outsourscing, pengadaan upah minimun kepada kaum buruh, kekerasan dan perbudakan terhadap kaum buruh, yang kini kian marak terjadi dan berakhir pada aksi- aksi demonstrasi kaum buruh untuk menciptakan kondisi Chaos di lingkungannya masing- masing. Oleh karena semangat Sumpah Pemuda ini kaum buruh akan selalu memanfaatkan momentum ini sebagai awal dari langkah perjuangan bagi kaum buruh. Dengan ikut mengandeng elemen- elemen gerakan mahasiswa maupun serikat- serikat pekerja buruh seolah- olah menjadi dewa yang mampu mengkerdilkan nyali pemerintah maupun para pengusaha swasta untuk berlaku sewenang- wenang terhadap kaum buruh.
            Pemerintah disini harus memiliki ketegasan untuk mengambil kebijakan terhadap kesejahteraan buruh, agar arus demontsrasi dan mogok nasional bisa semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini pemerintah melarang seluruh buruh untuk melakukan sweeping pada tanggal 28 Oktober esok ini, namun pemerintah sendiri tidak memiliki solusi dalam menangani masalah kesejahteraan dan kemakmuran bagi kaum buruh. Tentu saja demikian ketika, pemerintah saat ini bukanlah pemerintah yang memperhatikan nasib rakyatnya namun hanya memikirkan nasib perutnya sendiri dengan berbagai kasus korupsi yang ikut melibatkan beberapa oknum pemerintah saat ini, betapa rakus dan serakahnya pejabat-pejabat pemerintah saat ini. Kesenjangan sosial semakin terbuka lebar dan kesejahteraan yang diharapkan hanya sebuah mimpi belaka bagi kaum buruh. (Angga, Psej’09)

Sumber:
Buku
Soe Hok Gie.2005.Di Bawah Lentera Merah.Bentang Pustaka.Yogyakarta
Soewarsono.2000.Berbareng Bergerak “Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen”.LKIS.Yogyakarta

Web
Antara News.com “Buruh Rencanakan Mogok Nasional Akhir Oktober”diunduh tanggal 26 Oktober 2013
Gemari.or.id “Pemuda Miliki Idealisme Untuk Tentukan Sendi Kehidupan”diunduh tanggal 26 Oktober 2013

 Penulis : Angga Riyon Nungroho (Pendidikan Sejarah USD)

0 comments:

Post a Comment