“Setelah melihat pemuda- pemudi di arus globalisasi ini yang sudah tak mempedulikan kepentingan bangsanya atau bahkan terjerumus kepada pengaruh modernisasi, ternyata masih ada Pemuda yang sebegitu beraninya sampai mempertaruhkan nyawanya hanya demi sebuah perubahan sosial bagi masyarakat Indonesia”. Dia adalah Sondang Hutagalung seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno yang pada hari Rabu sore (7/12). Melakukan aksi bakar diri di depan Istana Negara. Pada awalnya belum ada yang mengetahui tentang identitas pelaku yang dengan sengaja membakar dirinya di depan Istana Negara, namun setelah dilakukan penyelidikan ternyata pelaku yang membakar diri ini adalah seorang Mahasiswa yang bernama Sondang Hutagalung. Entah apa yang dipikirikan Sondang saat itu sehingga tepikirkan untuk melakukan aksibakar diri ini, yang terpenting ketika Sondang sebagai Mahasiswa Marhaenis Radikal Kiri ingin mengukir Sejarah kembali tentang Heroisme dari Mahasiswa sebagai Agent of Change, banyak Mahasiswa yang sudah tidak mengerti tentang makna Heroisme yang diperjuangkan Sondang dengan pemikiran Utopisnya. Kekecewaannya terhadap pemerintahan SBY- Boediono inilah yang membuatnya harus ada Martir yang berani mempercikan api Revolusi di dalam diri para Pemuda- Pemudi saat ini. Walaupun jangan menjadikan tindakan yang dilakukan Sondang menjadi sebuah inspirasi bagi Mahasiswa lain untuk mati Syahid kembali tetapi anggaplah apa yang dilakukan Sondang ini sebagai kegagalan dari pemerintahan SBY- Boediono selama 2 periode berturut- turut sampai saat ini.
Sondang Sang Martir Keadilan
Sungguh memprihatinkan, ketika kondisi bangsa Indonesia seperti ini masih saja ada sosok yang begitu berani dalam menyuarakan kekecewaan masyarakat kepada pemerintah. Sosok Sondang Hutagalung bukanlah satu dari kesekian Mahasiswa yang mati Martir hanya untuk memperjuangkan perubahan sosial bagi masyarakat Indonesia. Ada sebuah kutipan yang menceritakan keluh kesah yang sama terhadap pemerintah sama yang dilakukan seperti Sondang saat ini……….“Satu putra bangsa, pahlawan sejati, dengan sadar bakar diri di depan Istana. Kematian bukanlah hal yang menakutkan, yang lebih menakutkan adalah jiwa yang mati dalam jasad hidup seperti SBY. Karena itu membahayakan kemanusiaan dan peradaban”. Hal ini menandakan betapa bobroknya rezim SBY- Boediono yang selama ini ternyata bukanlah hanya Sondang yang telah mati melainkan hati dan nurani para pemimpin- pemimpin seperti SBY- Boediono inilah yang telah terbutakan oleh kematian jiwa- jiwa rakyatnya yang terkubur di dalam jasad hidup SBY. Dengan begitu kepercayaan rakyat terhadap rezim yang sudah mati ini mulai luntur dengan kebiasaan pemerintah yang berfoya dengan uang hasil Korupsinya tetapi masyarakat masih belum mendapatkan kesejahteraan, baik dalam pendidikan maupun dalam bidang ekonomi, ketika ada sosok pembela rakyat yang mati martir seperti Sondang tentu dia akan menjadi tonggak pergerakan rakyat pada rezim SBY- Boediono ini.
Ketika melihat apa yang terjadi di dalam diri Sondang Hutagalung ini mengingatkanku pada sosok Munir yang juga menjadi pejuang dalam permasalahan HAM di Indonesia yang harus mati karena banyak musuh- musuh politik yang tak senang dengan sepak terjangnya yang cukup vocal dalam mengkritik pemerintah terkait tentang permasalahan keadilan dan HAM. Begitupun dengan Sondang tak banyak yang mengenalnya sebelum dia melakukan aksi bakar diri ini, namun dalam kegiatan kemahasiswaan dan organisasi Gerakan Radikal Kiri, Sondang seorang aktivis gerakan Mahasiswa yang cukup vocal dalam menyikapi permasalahan pada pemerintahan SBY- Boediono ini juga banyak berbicara mengenai keresahan yang terjadi pada masyarakat mengenai beberapa kasus yang semakin menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan sosial dan nilai- nilai perikemanusiaan yang semakin hilang di dalam diri pemimpin- pemimpin bangsa Indonesia saat ini. Namun dalam hal ini jangan samakan Sondang seperti Munir yang berjuang puluhan tahun dan dibunuh oleh rezim yang Dzalim melainkan lihat makna dari segala keberanian Sondang sebagai martir untuk keadilan masyarakat Indonesia. Sondang memang dapat dikatakan sebagai ujung tombak dari organisasi Himpunan Mahasiswa Marhaenis Untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi Justice) yang Sondang adalah ketua dari himpunan ini, harapan yang besar dari sosok martir seperti Sondang ketika ia mampu mededikasikan hidupnya untuk memperjuangkan HAM, tindakan yang dilakukannya saat ini tak lain hanya ingin membangunkan gerakan rakyat dari tidur panjangnya.
Kelaliman Para Elit Politik Ditengah Suara Rakyat
Peristiwa yang dialami oleh Sondang Hutagalung tidak lepas dari adanya pengaruh politik yang terjadi pada saat ini. selang satu hari dari meninggalnya Sondang Hutagalung, ada berita yang menghebohkan terkait dengan tertangkapnya Nunun Nurbaeti di Thailand dan diterbangkan ke Jakarta pada hari minggu (11/12). Nunun Nurbaeti tersangka kasus suap cek pelawat beritanya sudah mencuat beberapa bulan yang lalu ketika kasus suapnya mulai menjadi incaran KPK untuk melakukan pemeriksaan pada dirinya, dari sinilah terjadi sebuah Manajemen Konflik yang bentuk aksinya dilakukan oleh Sondang Hutagalung, karena kekecewaannya terhadap perbuatan- perbuatan yang dilakukan oleh elit politik yang semakin berpesta dengan kemewahannya beserta keluarganya menggunakan uang hasil Korupsi yang mereka dapat dari uang suap atau rekening gendut yang mereka dapatkan dari uang rakyat.
Bukan hanya melihat dari kasus- kasus yang dialami oleh para elit politik yang ternyata ketahuan menjadi tahanan Koruptor dari KPK ataupun pihak yang berwajib, permasalahan- permasalahan yang lain juga menjadi pemicu ketika Sondang Hutagalung ingin kembali meyakinkan rakyat Indonesia untuk kembali bersuara dan kembali bergerak melakukan sebuah pembaharuan dari masa Reformasi yang sudah diimpi- impikan oleh rakyat Indonesia terdahulu. Kasus seperti bermunculannya rekening gendut para Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi sebuah daftar dimana semuanya memiliki hubungan yang klimaks dari kasus- kasus kejahatan dari para elit politik dan pegawai- pegawai negara. PNS golongan 2 atau golongan 3 yang gajinya tidak mencapai 5 Juta perbulan ternyata di dapati memiliki rekening- rekening gendut yang isinya jauh lebih besar dari jatah tunjangan dan gaji pokok PNS tiap bulannya, bahkan lebih hebohnya lagi rekening- rekening gendut yang di dapat dari data kantor- kantor pemerintah daerah dapat dilihat masuk ke dalam rekening pribadi para PNS beserta keluarganya. Bukanlah tidak mungkin orang- orang busuk seperti PNS- PNS tersebut mengikuti kasus dan jejak Gayus yang notabene merupakan PNS berpangkat rendahan, tetapi sungguh rendahan lagi jika uang- uang yang berada di dalam rekening para PNS- PNS ini adalah uang milik rakyat, mau ditaruh dimana muka pemerintah jika PNS- PNSnya saja tidak bisa menunjukan sikap yang baik sebagai warga negara, wajarlah jika masih banyak teman- teman Mahasiswa yang lain juga berpikiran demikian seperti Sondang dengan kebusukan- kebusukan dan kelaliman para elit politik yang berfoya tanpa henti di tengah bungkamnya suara rakyat akan ketidakadilan ini.
Maih banyak kasus- kasus yang lain yang kurang lebih menjadi seruan hati dari rakyat Indonesia, terlebih ketika orang- orang yang berada di panggung kekuasaan politik sudah tidak dapat diharapkan lagi, apalagi ketika pengangkatan Abraham Samad sebagai ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang baru ada intrik tersendiri dengan berbagai kontroversi seputar pengangkatannya sebagai ketua KPK yang baru, kira- kira seminggu yang lalu. Hal ini bukanlah menjadi sebuah ketidakpercayaan dari masyarakat Indonesia melainkan dari kinerja- kinerja yang telah dilakukan oleh KPK dalam masalah pemberantasan Korupsi, yang masih menjadi tanda tanya besar apakah KPK dengan pemimpin yang baru akan mampu dan sanggup menyelesaikan permasalahan Korupsi di kalangan elit politik pemerintahan? Sama ketika Sondang bertanya tentang arah bangsa ini kedepannya, mau di bawa kemana bangsa ini dengan sikap yang lalim dari kalangan elit politik dan petinggi bangsa ini? apakah mereka tidak melihat realita yang terjadi ketika penuntasan buta huruf di wilayah Jawa Barat belum dapat diatasi itu baru di wilayah Jawa belum berapa juta penduduk di wilayah Indonesia bagian Timur yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan buta huruf, apakah ini tidak menjadi sebuah torehan permasalahan yang harus segera diatasi oleh pemerintah bukan hanya sekedar sibuk akan kepentingan dirinya sendiri dan mulai melupakan tugas mulianya sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia melainkan sebagai elit politik dengan pekerjaan rendahan, yaitu memakan uang rakyat, dimana hati elit politik di tengah bungkamnya suara rakyat Indonesia?
“Sondang Sang Martir ” Reformasi Gaya Baru, Rezim SBY- Boediono
Banyak sudut pandang yang disampaikan oleh beberapa rekan- rekan seperjuangan Sondang Hutagalung dan masyarakat terkait dengan aksi yang dilakukan Sondang Hutagalung terkait dengan beberapa permasalahan yang terjadi di pemerintahan SBY- Boediono selama ini. ada beberapa tanggapan dari beberapa penulis Blog di Internet yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Sondang bukanlah sebuah tindakan yang patut dikatakan sebagai sebuah Heroisme di dalam diri Mahasiswa melainkan sebuah aksi yang akan mengakibatkan Mahasiswa- mahasiswa yang lain menjadikan tindakannya sebagai sebuah rasa Heroik terhadap sesama atau bahkan dapat disebut Martir. Hal ini dapat terlihat ketika setelah peristiwa kejadian pembakaran diri Sondang Hutagalung beberapa elemen Mahasiswa yang mengaku simpati terhadap tindakan Sondang melakukan sebuah aksi solidaritas di beberapa tempat di Jakarta, seperti aksi solidaritas Mahasiswa dengan menyalakan lilin dan tabur bunga merupakan simbol dari rasa simpati mereka terhadap Sondang yang menjadi Martir perubahan.
Dengan adanya ini kita mencoba melihat layakkah Sondang Hutagalung dikatakan sebagai Martir ataupun pahlawan jika kita melihat beberapa perspektif dari latar belakang Sondang Hutagalung itu sendiri. Pertama: kita melihat ketika Sondang melakukan pelecehan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan kepadanya namun dengan sengaja dia melakukan percobaan bunuh diri dengan membakar dirinya di depan Istana Negara, Kedua: ada pepatah yang mengatakan sebaik- baik manusia adalah manusia yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Bukankah tindakan Sondang ini menularkan kebencian mendalam? Tidak ada manfaat apapun yang di dapat dari kebencian. Aksi bunuh diri juga hanya akan merepotkan atau bahkan mengecewakan sanak saudaranya. Ketiga: dimana Sondang merupakan anak kesayangan mamanya, bagaimana perasaan seorang ibu ditinggal anaknya dengan cara yang tidak terpuji, apakah ia akan melewatkan detik demi detik, tahun demi tahun yang dilewatkan oleh sang ibu ketika membesarkan Sondang sampai saat ini dan dia pergi meninggalkan ibunya dengan cara yang mengenaskan dan tidak terpuji (bunuh diri). Keempat: Sondang Hutagalung adalah Mahasiswa yang cukup pintar di kampusnya sehingga ia mendapatkan kesempatan untuk meraih beasiswa di kampusnya, namun hal ini ia sia- siakan dan lebih memilih untuk mati Martir daripada memanfaatkan sebaik- baiknya beasiswa yang sudah ia dapat, betapa sedihnya ketika melihat anak- anak di Indonesia yang masih berjuang untuk mendapatkan beasiswa, ataupun berjuang untuk memperoleh pendidikan, namun Sondang menyia- nyiakannya. Kelima: Sondang kurang mensyukuri dengan keadaan fisik yang telah ia dapat dari Tuhan yang Maha Esa, dia diberi hadiah oleh sang pencipta fisik yang bagus, dan wajah yang tampan tapi ia sia- siakan hanya untuk membawa dirinya sebagai pahlawan perubahan.
Dari kelima analisis inilah dapat dilihat apa yang diharapkan dari aksi Sondang bukanlah menjadi sebuah inspirasi yang langsung melekat di dalam diri para Mahasiswa, melainkan kita melihat bahwa Sondang Hutagalung ingin mencatat sebuah Sejarah baru dalam memercik api gerakan sosial bagi masyarakat Indonesia, namun masih banyak cara dan jalan yang bisa ia lakukan ketika ia merasa prihatin akan kondisi yang terjadi pada bangsanya, pada rakyat Indonesia. Lagi- lagi sangkalan yang sangat kuat ketika peristiwa yang dialami oleh Sondang ini selalu dikaitkan dengan keberadaan Rezim SBY- Boediono yang diarasa telah gagal menjalankan pemerintahan oleh sebagian Mahasiswa yang melakukan aksi solidaritas bagi kematian Sondang Hutagalung. Keluarlah motif politis karena peristiwa pembakaran diri Sondang Hutagalung terjadi di dekat Istana Negara. Dikatakan oleh andi Arief, Staf Khusus Presiden, dikatakan bahwa motif yang dilakukan oleh pelaku pembakaran diri bisa dikatakan hampir memiliki motif politis yang kuat, namun Andi tidak berani memastikan karena Sondang Hutagalung adalah pelaku tunggal dari aksi yang terjadi pada rabu lalu. Menurutnya jika aksi yang dilakukan Sondang ini memang dilatarbelakangi oleh keresahan politis yang terjadi di Indonesia saat ini, biarlah ini menjadi refleksi diri bersama, apa yang menjadi kekurangan dalam pemerintahan SBY- Boediono saat ini. Andi juga menambahkan jika memang aksi pembakaran diri yang dilakukan oleh Sondang ini memiliki motif politis berarti ada saluran yang macet di eksekutif, legislatif, serta hukum dan peradilan, sehingga pemerintah akan segera melakukan pembenahan di dalam fungsi- fungsi yang mengalami kemacetan tersebut, sehingga apa yang terjadi dengan adanya aksi dari Sondang Hutagalung ini menjadi sebuah refleksi besar bagi pemerintah serta masyarakat, agar apa yang diinginkan dari perubahan bagi bangsa bukanlah sekedar isapan jempol belaka.
Seandainya Kamu Masih Ada!
Hal yang dialami Sondang tak terlebih besar dari peristiwa- peristiwa yang dialami oleh beberapa Mahasiswa dari gerakan- gerakan Mahasiswa era orde lama dan orde baru ketika melakukan sebuah perlawanan terhadap pemerintahan, demi sepercik harapan perubahan pada rakyat Indonesia. Tidak seperti yang dialami Elang Mahasiswa Trisakti yang mati akibat kerusuhan tahun 1998, ataupun Soe Hok Gie aktivis Mahasiswa 1966 yang mati karena terkena gas beracun ketika berada di puncak Semeru. Kedua aktivis Mahasiswa ini hanya dari segelintir Mahasiswa yang mati muda karena keberaniannya melawan kesewenang- wenangan dan ketidakadilan di pemerintahan Indonesia pada masa itu. Namun menjadi keunikan tersendiri dari aksi yang dilakukan oleh Sondang Hutagalung, yang berani menciptakan Sejarah baru dalam duni Gerakan Mahasiswa yang menentang Tirani Rezim SBY- Boediono. Memang tidak ada salahnya ketika ia mengetuk hati Mahasiswa yang masih tertidur dengan pulasnya diatas jeritan hati rakyat dan kebodohan yang selalu merajam di negeri Indonesia ini. Namun apakah ini menjadi sebuah jalan yang terbaik bagi Mahasiswa yang mati ditengah kesia- siaan dirinya, “seandainya Sondang tidak mati tentu banyak yang akan dia lakukan untuk negeri ini, untuk perubahan bangsa ini”, hal yang serupa ketika teman- teman Soe Hok Gie, merindukan sosok Gie yang begitu idealis dan berani menentang pemerintah, “Seandainya dia tidak Mati Muda tentu masih banyak hal yang dapat dia lakukan untuk bangsa ini”, mungkin banyak yang bisa dilakukan Sondang ditengah keprihatinannya terhadap kondisi pemerintahan SBY- Boediono saat ini, kalau Sondang dianggap kritis tentunya dia mampu langsung terjun ke masyarakat dan mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk kesejahteraan dan kelayakan hidup rakyat yang menjadi korban kedzaliman pemerintah, tentunya dengan tindakan seperti itu ada sosok kebanggaan tersendiri dalam diri Sondang, yang tak ada habisnya untuk melakukan sebuah realisasi dari keprihatinannya terhadap kondisi bangsa saat ini.
Namun yang menjadi keprihatinan kenapa Sondang malah lebih memilih jalan untuk melakukan aksi bakar diri, apakah bentuk kekecewaannya hanya diakhiri dengan kesia- siaan hidupnya sebagai Agent of Change, sungguh aku tak bersimpati dengan segala keputusannya yang ia ambil, walaupun banyak kini yang menganggap Sondang sebagai “Hero” namun bukanlah sebuah jalan keluar ketika Rezim yang lalim ini masih berkuasa dan rakyat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Bukanlah lebih berarti bermanfaat bagi orang lain daripada harus merepotkan orang lain. Bukanlah Mahasiswa ketika apa yang dia tempuh dan cara yang dia pakai juga harus memperhatikan keselamtan jiwanya, yang sangat berbeda dengan kisah perjalanan Gie ataupun Elang di Era- era tidak mengenakan bagi bangsa ini, namun Sondang hidup di era Rezim SBY- Boediono, rezim dimana sebuah kediktaktoran semacam Sokearno dan Soeharto tidak terlihat lagi di dalamnya, ini menjadi lebih mudah ketika Mahasiswa dapat melakukan sebuah tindakan nyata untuk perubahan bukan malah untuk membakar diri sebagai sebuah bentuk pengorbanan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan Sondang jika ia masih hidup dan jika ia tidak membakar diri, “Hidup ini akan dikatakan lebih bermanfaat dan beguna, jika kita melakukan sebuah perbuatan dan tindakan bagi sesama manusia”, sebuah kata- kata yang mengisnpirasi dan sebuah refleksi bagi kita Mahasiswa untuk dapat terus merenungkan tindakan, dan perbuatan apa yang telah kita perbuat bagi perubahan bangsa Indonesia, Sondang Hutagalung merupakan salah satu pemercik Gerakan Reformasi masa SBY- Boediono, yang mencatat Sejarah baru dari kebusukan- kebusukan pemerintah pada saat ini, dengan membuka suara rakyat untuk melakukan sebuah gerakan sosial bagi perubahan Indonesia kedepannya. (Angga, Psej’09)
(Sumber: http://Kompas.com “Stop Jangan Anggap Sondang Sebagai Pahlawan”.html)
0 comments:
Post a Comment